Keutamaan menginfakan harta terbaik yang dijalan Allah
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا أَنْفِقُوا مِنْ طَيِّبَاتِ مَا كَسَبْتُمْ
وَمِمَّا أَخْرَجْنَا لَكُمْ مِنَ الْأَرْضِ وَلَا تَيَمَّمُوا الْخَبِيثَ
مِنْهُ تُنْفِقُونَ وَلَسْتُمْ بِآخِذِيهِ إِلَّا أَنْ تُغْمِضُوا فِيهِ
وَاعْلَمُوا أَنَّ اللَّهَ غَنِيٌّ حَمِيدٌ
Hai
orang-orang yang beriman, nafkahkanlah (di jalan Allah) sebagian dari
hasil usahamu yang baik-baik dan sebagian dari apa yang Kami keluarkan
dari bumi untuk kamu. dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk lalu
kamu menafkahkan daripadanya, Padahal kamu sendiri tidak mau
mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. dan
ketahuilah, bahwa Allah Maha Kaya lagi Maha Terpuji. (Al Baqarah: 267).
Manusia
cenderung bakhil terkait harta, umur, waktu dan apa saja yang mereka
miliki. Sehingga bagian yang dibagi kepada orang lain adalah
barang-barang sisa atau yang tak terpakai. Kita sering memilihkan harta
yang “sisa” atau juga uang receh untuk Islam dan perjuangan. Padahal
untuk pemeliharaan kendaraan, kita ringan untuk mengeluarkannya. Seakan
perjuangan hanya cukup dengan uang receh yang mungkin lebih murah
daripada biaya bahan bakar kendaraan.
Kitapun
kadang bakhil terhadap umur. Kita beranggapan bahwa berjuang nanti saja
kalau sudah tua. Masa muda saatnya untuk mencari harta
sebanyak-banyaknya. Padahal kita tidak tahu kapan ajal menjemput.
Dalam
hal waktu juga demikian. Waktu dihabiskan untuk mengejar cita-cita
dunia. Saat perjuangan ini meminta haknya, maka kita akan memilihkan
sisa waktu dari kesibukan kita. Apalagi jika dua agenda tersebut
berbenturan di satu waktu, agenda untuk perjuangan lebih dikalahkan.
Allah
menginginkan seluruh waktu kita. Allah menginginkan masa muda kita. Dan
Allah menginginkan seluruh harta kita yang paling baik dan paling kita
cinta. Allah tidak butuh dengan harta sisa, umur saat tua dan juga
waktu-waktu sisa.
Problem
seperti inilah yang membuat tak tergalinya berbagai potensi untuk
Islam. Potensi yang semestinya tampak nyata di semua bidang amal Islami;
dakwah, hisbah dan jihad.
Orang-orang
yang hanya menyumbangkan sisa waktu, membelanjakan sedikit sekali dari
kekayaan, serta mengerahkan upaya yang sangat minim untuk Islam ini
mestinya tahu bahwa ‘Allah itu Mahabaik, tidak menerima kecuali yang
baik.
Menelusuri Tafsir
Tentang ayat di atas, Ibnu Abbas mengatakan
bahwa mereka diperintahkan untuk menginfakkan harta yang paling baik,
bagus dan berharga. Dan Dia melarang berinfak dengan hal-hal yang remeh
dan hina. Dan itulah yang dimaksud dengan al khobits (yang jelek)
pada ayat itu. Karena sesungguhnya Allah itu baik dan tidak menerima
kecuali yang baik. Oleh karena itu Dia berfirman: Dan janganlah kamu memilih yang buruk-buruk, maksudnya sengaja memberikan yang buruk-buruk. Lalu kalian darinya, padahal kamu sendiri tidak mau mengambilnya melainkan dengan memincingkan mata terhadapnya. Maksudnya,
seandainya itu diberika kepada kalian, niscaya kalian tidak akan
mengambilnya dan bahkan memincingkan mata. Sesungguhnya Allah tidak
lebih membutuhkan hal semacam itu dari kalian. Maka janganlah kalian
memberikan kepada Allah apa-apa yang tidak kalian sukai. (Tafsir Ibnu
Katsir pada ayat tersebut).
Sedangkan sebab turunnya ayat ini adalah: Diriwayatkan
oleh Hakim, Tirmizi, Ibnu Majah dan lain-lainnya, dari Barra’, katanya,
“Ayat ini turun mengenai kita, golongan Ansar yang memiliki buah kurma.
Masing-masing menyumbangkan kurmanya, sedikit atau banyak sesuai
kemampuannya. Maka datanglah seseorang membawa satu hingga dua tandan
kurma kemudian ia gantungkan di masjid, sedangkan di masjid ada ahlus
shuffah (orang yang tinggal di masjid karena tak memiliki tempat
tinggal) yang mana mereka tidak mempunyai makanan, di kala salah seorang
dari mereka lapar, maka iapun mendatangi tandan kurma itu dan
memukulnya dengan tongkatnya, maka jatuhlah kurma yang segar (agak
matang) dan kurma yang telah matang, kemudian iapun memakannya.
Namun
orang-orang yang tidak ingin berbuat kebaikan, membawa rangkaian
kurmanya yang telah usam dan layu, ada yang telah rontok dan lepas dari
tangkaiannya, lalu dia gantungkan. Allah pun menurunkan, ‘Hai orang-orang yang beriman, nafkahkanlah sebagian dari hasil usahamu yang baik-baik…’” (Al-Baqarah 267)
Makna
ayat diayas yaitu seandainya salah seorang dari kalian dihadiahkan
seperti apa yang ia berikan tersebut (sesuatu yang jelek) maka ia tidak
akan menagambilnya kecuali dengan menutup mata dengan rasa malu.
(Setelah turun ayat itu) kami mengira (harus menginfakan) sesuatu yang
terbaik yang ia miliki.
Imam Ahmad juga meriwayatkan:
عَنْ
عَائِشَةَ قَالَ أُتِيَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ بِضَبٍّ فَلَمْ يَأْكُلْهُ وَلَمْ يَنْهَ عَنْهُ قُلْتُ يَا
رَسُولَ اللَّهِ أَفَلَا نُطْعِمُهُ الْمَسَاكِينَ قَالَ لَا تُطْعِمُوهُمْ
مِمَّا لَا تَأْكُلُونَ
Diriwayatkan dari ‘Aisyah yang menceritakan
bahwa Pernah Nabi SAW dihidangkan kepada beliau biawak. Beliau tak mau
memakannya dan tidak melarangnya. Lalu kukatan, “Rasulullah, kita
berikan saja kepada orang-orang miskin.” Beliau bersabda, “Jangan
memberi makan mereka dari apa-apa yang kalian tidak mau memakannya. (HR.
Ahmad)
Sedangkan firman Alah: Dan ketahuilah bahwa Allah Maha Kaya dan Maha terpuji.
Maksudnya, meskipun Allah memerintahkan kalian bersedekah dengan yang
baik-baik, namun Dia Maha kaya dan tidak membutuhkan hal tersebut.
Perintah itu tidak lain hanyalah menyamakan antara orang kaya dan orang
miskin. Hal ini sebagaimana firman allah yang artinya;
Daging-daging
unta dan darahnya itu sekali-kali tidak dapat mencapai (keridhaan)
Allah, tetapi Ketakwaan dari kamulah yang dapat mencapainya. (Al Hajj: 37).
Pemberian Terbaik Untuk Islam
Infaq terbaik adalah dari harta yang terbaik. Begitupun dengan berkhidmat kepada Islam, persembakan waktu dan umur yang terbaik. Sesungguhnya Islam menginginkan sebagian besar waktu kita. Saat kita bertenaga, bukan setelah lemah dan loyo.
Mari kita lihat realita kita hari ini. Banyak orang Islam yang kaya, bahkan sebagiannya adalah para ustadz dan aktifis. Namun kita masih kesulitan untuk mendapati seseorang yang sanggup menanggung
seluruh ‘budget’ dakwah. Kita katakan ‘dakwah’ bukan ‘jihad’. Mengapa?
Sebab jihad membutuhkan harta yang tak terbatas.
Jika
ada yang mengingatkannya ia pun menginfakkan beberapa rupiah yang tidak
cukup sekedar untuk mengusir rasa lapar. Jumlah yang lebih baik ditolak
daripada diterima. Jumlah yang jauh dari jumlah yang dikeluarkannya
untuk keperluan bahan bakar kendaraannya dalam satu hari. Ingatlah bahwa
Islam tidak tegak kecuali dengan mengorbankan hal-hal yang kita cintai.
Semuanya akan Allah ganti dengan jannah yang luasnya seluas langit dan
bumi. Bersegeralah sebelum kekayaan hilang, umur habis dan masa muda
berlalu. Karena penyesalan tiada arti jika kesempatan telah berlalu.
Sumber : Majalah An-najah Edisi 92 Rubrik Tafsir
