Da’wah di pedalaman memiliki pengalaman yang unik dan menarik, banyak hal yang bisa dipelajari dan dialami para da’i ketika berda’wah di ...
Da’wah di pedalaman memiliki pengalaman yang unik dan menarik, banyak
hal yang bisa dipelajari dan dialami para da’i ketika berda’wah di
daerah pedalaman, seperti yang disampaikan oleh Musmardi Afidz, salah
seorang mahasiswa Sekolah Tinggi Ilmu Da’wah Mohammad Natsir yang
bertugas da’wah di Kabupaten Sintang Kalimantan Barat, seperti tertulis
dalam surat elektroniknya sebagai berikut.
Sintang Kalimantan Barat, inilah tempat untuk saya menjalankan da’wah
selama setahun. Dengan tidak banyak bertanya maka berangkatlah saya ke
Sintang dengan teman yang bertugas juga di Kalimantan, akan tetapi beda
Kabupaten. Hari pertama puasa kami sampai di Pontianak, maka kami
mencari taksi, karena tidak ada angkot lain selain itu dan juga pengurus
Dewan Da’wah tidak bisa menjemput kami. Setelah bertemu dengan Ketua
Dewan Da’wah Kalimantan Barat, saya langsung berencana menuju tempat
tugas, maka kami berpisah. Kini saya sendiri menelusuri setiap langkah
menuju tempat tugas saya tanpa mengetahui alamatnya yang detail, yang
penting mobil menuju sintang saja.
Perjalanan ke tempat tugas butuh waktu satu malam, saya berangkat jam
07.30 malam tiba 07.00 pagi. Di sepanjang perjalanan tidak ada
pemandangan yang indah selain kebun sawit dan karet. Gelapnya malam
ditambah lagi jalannya yang rusak parah sehingga mata saya tidak bisa
terpejam.
Datanglah cahaya pagi dan mobil pun tiba di terminal, kemudian
mencoba menghubungi Ketua Dewan Da’wah Sintang, terjadilah dialog yang
mendebarkan hati saya. “Pak saya sudah diterminal Sintang”, tutur saya
ditelpon, “diterminal mana? Di Sintang ada tiga terminal”. Jawab bapak
Sumarno Ketua Dewan Da’wah Sintang.
Wah, hati saya berdebar-debar, seorang diri tak tahu berada dimana,
kemudian mencoba cari tahu terminal apa namanya ini, tertulis lah
terminal Sungai Durian terus saya bilang ke bapak yang menjemput saya.
Setelah menunggu sekitar sejam saya dijemput, kemudian langsung
menuju rumah yang akan saya tempati selama bertugas. Tepat di depan
Masjid Al-Muhajirin itulah tempat tinggal saya. .
Indahnya da’wah
Hari puasa yang ke-17, saya diminta untuk mengisi ceramah yang
bertempat di Desa Kajang tempat transmigrasi dari Jawa Timur tahun
80-an. Sorenya saya dijemput, kemudian berangkat dengan sepeda motor,
lima jam dibutuhkan untuk menuju ke sana pulang pergi. Kami melalui
jalan pelosok yang melewati luasnya kebun-kebun sawit dan karet,
sepanjang jalan cuma kendaraan kami saja yang ada, kiri kanan tidak ada
lagi selain kebun sawit dan karet. “Kalau bensinnya habis bisa bahaya
ini dihutan tidak ada yang jualan lagi”, dalam hati saya.
Motor kami pun terus melaju dengan cepat, kadang lewatlah mobil yang
mengangkut sawit. Setelah menempuh perjalanan melelahkan, akhirnya
sampailah kami di Desa Kajang, badan saya sakit dan tidak bisa
ditegakkan karena akibat kondisi jalannya yang rusak parah. Dengan
menahan sakit saya pun menyampaikan tugas saya yaitu ceramah Nuzul
Qur’an.
Kemudian kami pamit karena hari sudah larut malam, perjalanan pulang
penderitaannya sama dengan perjalanan pergi tadi, ditambah angin tengah
malam di antara kebun kebun sawit dan karet, akibatnya badan saya pun
menggigil. Dengan selamat saya sampai di rumah dan langsung istirahat
karena seluruh badan kesakitan. Satu minggu saya harus istirahat di
rumah karena itulah perjalanan pertama kali saya. Kemudian setelah itu
saya menginginkan perjalanan berikut ke berbagai pelosok lagi.
Di bulan Ramadhan, Allah menurunkan hidayah kepada dua orang yang
beragama Katholik menyatakan keislamannya di dua tempat yang berbeda.
Dua orang ini juga saya bimbing setiap hari dengan mengajarkan aqidah,
shalat dan membaca Al-Qur’an. Karena jaraknya juga bisa saya jangkau
tidak terlalu jauh dari tempat saya tinggal. Kemudian bulan berikutnya,
ada banyak juga yang masuk Islam, kemudian meminta untuk dibimbing
karena jarak jauh maka saya minta orang setempat untuk membimbing
mereka.
Sintang merupakan salah satu Kabupaten di Kalimantan Barat yang
tergolong wilayah hulur (pedalaman). Masyarakatnya terdiri dari berbagai
suku yaitu suku Dayak/Melayu (suku asli), suku dari Jawa, China dan
lainnya. Kebanyakan penduduk yang berada di kotanya adalah pendatang
dari Jawa ketika transmigrasi tahun 80-an yang kini berkat kesabaran dan
kerja kerasnya sudah menjadi makmur dengan mempunyai banyak tanah dan
penghasilan lainnya, dan sekarang dari desa pindah menetap ke Kota
Sintang.
Islam berkembang lebih banyak di Kotan, Kristen lebih banyak di desa-desa, demikian juga Katholik, Hindu, dan Tionghoa.
Agama yang mendominasi kota Sintang adalah Kristen, itu bisa dilihat
dari lembaga pemerintahan seperti bupati, camat dan berbagai elemen
penting lainnya di pemerintahan dipegang oleh orang yang beragama
Kristen.
Perkembangan agama Kristen didukung oleh mereka yang berada di
pemerintahan sehingga jumlah gereja sudah mengalahkan banyaknya masjid.
“Kabupaten Sintang merupakan target untuk dijadikan kampung Kristen,
seperti terjadi di Singkawang telah menjadi kampung China, karena tidak
dida’wahkan lagi ajaran Islam”, pesan ustadz Nasrullah Ketua Dewan
Da’wah Kalimantan Barat kepada saya.
Hari-hari berlalu, kegitan saya bertambah menjadi muazzin dan imam shalat.
Permasalahan yang terjadi di kota Sintang antara lain masih kuatnya
ta’assub pada suku masing-masing, kepedulian sosial masih sangat kurang
antar sesama, terjadi konflik antar masing-masing kalangan seperti
kalangan Muhammadiyah dengan NU, masih ada kepercayaan yang berasal dari
Jawa seperti juru kunci, Kristenisasi sangat kuat di daerah pedalaman,
susahnya minat masyarakat dalam menghadiri kegiatan keislaman,
disibukkan dengan mencari penghasilan lebih, susahnya mencari sosok
pribadi seorang ustadz, sehingga pada setiap hari jum’at ada masjid yang
tidak melaksanakan jum’atan karena tidak ada khatib .***oleh admin STID
M.Natsir
sumber: http://www.dewandakwahjabar.com
