Muqaddimah Wisuda angkatan pertama Akademi Dakwah Indonesia (ADI) yang berlangsung di markas besar Pengurus Wilayah Dew...
Muqaddimah
Wisuda angkatan pertama Akademi Dakwah Indonesia (ADI) yang berlangsung
di markas besar Pengurus Wilayah Dewan Dakwah Aceh yang terletak di
gampong Rumpet Kecamatan Krueng Barona Jaya Kabupaten Aceh Besar pada
hari Khamis 28 Juli 2016 berlangsung dengan penuh khidmat dan meriah.
Hadir dalam acara tersebut ketua bidang pendidikan Dewan Dakwah
Islamiyah Indonesia Dr. Imam Zamrozi, MA, anggota DPD asal Aceh (Ghazali
Abbas Adan), Muspika Krueng Barona Jaya, Imum Mukim Lam Ujong (Tgk.
Jailani), Geuchik gampong Rumpet beserta dengan perangkat gampong,
Geuchik gampong Lamgapang, para orang tua wisudawan, dan segenap
pengurus Dewan Dakwah Aceh.
Acara yang berlangsung sangat khidmat tersebut dibuka oleh protokol
(Zulfikar Tijue) dan secara meraton diberikan sambutan oleh ketua
panitia (Dr. Abizal Muhammad Yathi, MA), Direktur ADI (Dr. Muhammad AR,
M.Ed), Ketua Umum Dewan Dakwah Aceh (Dr. Hasanuddin Yusuf Adan, MCL,
MA), ketua bidang pendidikan Dewan Dakwah Pusat (Dr. Imam Zamrozi, MA),
dan disertai dengan orasi ilmiah yang disampaikan oleh Dr. Bustami Abu
Bakar, MA dengan judul: “Dakwah bil hal dalam teropongan antropologi”.
Acara yang berakhir dengan makan siang bersama tersebut disambut baik
oleh pihak Muspika Krueng Barona Jaya, pihak kemukiman Lam Ujong, dan
pihak gampong Rumpet di mana kampus ADI terletak, karena itu merupakan
prosesi transfer ilmu dari para generasi tua terhadap generasi pelanjut.
Suasana wisuda Nampak semakin meriah dan bersemangat ketika secara
beruntun para pembesar ADI dan Dewan Dakwah menyampaikan sambutannya
yang dimulai oleh direktur ADI. Dalam sambutannya Dr. Muhammad AR, M.Ed
mengkisahkan kehadiran ADI di Aceh sebagai satu-satunya lembaga
pendidikan berbasis dakwah yang para mahasiswa menetap di asrama dalam
kampus untuk dididik siang malam sehingga rata-rata mereka sudah dapat
menghafal Al-Qur’an sampai lima juz, mampu berbahasa Arab dan Inggeris,
dan menguasai pengetahuan yang memadai.
Ketua Umum Dewan Dakwah Aceh mengkongkritkan eksistensi Dewan Dakwah
sebagai induk ADI berusaha keras untuk mencetak kader-kader dakwah untuk
mengkounter upaya pendangkalan akidah dan pemurtadan di bumi Aceh.
Sementara Ketua Bidang Pendidikan Sekolah Tinggi Ilmu Dakwah (STID)
Muhammad Nasir yang datang dari Jakarta mengkisahkan perjalanan panjang
lahir STID dan ADI di merata tempat di wilayah Indonesia sebagai upaya
pengkaderan yang diamanahkan oleh pendiri Dewan Dakwah, Muhammad Natsir
yang harus diteruskan oleh generasi dakwah masa kini.
BACKGROND ADI
Akademi
Dakwah Indonesia (ADI) Aceh merupakan lembaga pendidikan tinggi yang
didirikan oleh Pengurus Wilayah Dewan Dakwah Aceh pada tahun 2014
sebagai jawaban dan tuntutan bagi problema krisis kader dakwah di bumi
Aceh. ADI lahir sebagai sebuah tuntutan zaman dan tuntutan dunia global
yang cenderung tidak memisahkan antara haq dengan bathil dalam kehidupan
muslim Aceh dan Indonesia. Karenanya pendidikan yang gratis SPP, gratis
makan, dan gratis ilmu pengetahuan tersebut cepat sekali menjadi
perhatian orang banyak sehingga banyak orang yang menitipkan anaknya
belajar di sini.
Untuk
peringkat awal ADI hanya menerima para mahasiswa pilihan dari kawasan
Aceh Tamiang, Aceh Tenggara, Aceh Singkil, Kota Subulussalam, dan Pulau
Simeulu. Karena mereka dididik lebih istimewa di kampus tersebut maka
para pimpinan ADI merekrut calon mahasiswa dengan sangat ketat dan
hati-hati. Metode rekrutmen yang dilakukan adalah para petinggi ADI
datang langsung ke lapangan untuk menguji calon mahasiswa, dari hasil
seleksi tersebut diterima hanya sebanyak sepuluh sampai lima belas orang
sahaja.
Angkatan
pertama diterima 15 orang dan bertahan sampai mendapatkan ijazah ADI
hanya 10 orang saja, dari 10 orang tersebut pada bulan Ramadhan yang
baru lalu seorang yang bernama Herdiansyah Padang telah meninggal dunia,
sehingga mereka tinggal Sembilan orang sahaja. Kesembilan orang
tersebut telah dihantar ke Jakarta untuk melanjutkan S1 pada Sekolah
Tinggi Ilmu Dakwah Muhammad Natsir di Bekasi oleh sekretaris ADI (Dr.
Abizal, Zulfikar sebagai wakil direktur bidang akademik, dan Afrizal
Revo, Direktur bidang kemahasiswaan pada hari Sabtu 30 Juli 2016.
JALAN PANJANG MENUJU ISLAM KAFFAH
Kehadiran ADI ini merupakan perjuangan jangka panjang untuk memurnikan
aqidah, syari’ah dan akhlak anak bangsa Islam Aceh agar mereka siap
menjadi para da’I di mana dan kapan saja dalam kehidupannya. Ia
merupakan sebuah persiapan untuk menormalkan suasana dan memurnikan
Islam menjadi kaffah. Yang dimaksudkan menuju Islam kaffah adalah
sempurna dalam beramal dan beribadah tanpa kurang suatu apapun.
Kita pahami dan sadari bahwa kehidupan manusia di akhir zaman ini
cenderung mengejar kenikmatan dunia dengan membiarkan kenikmatan
akhirat. Akibatnya dakwah tiada yang menggerakkan lagi karena
orang-orang sudah bosan dengannya. Untuk itulah ADI dibuka dan mahasiswa
dibina untuk menebus kembali eksistensi gerakan dakwah yang sudah
pernah Berjaya di masa lampau namun layu di zaman kini. Gerakan dakwah
yang digerakkan Dewan Dakwah Aceh tersebut lebih difokuskan pada
pembinaan kader lewat ADI sebagai jalan panjang menuju Islam kaffah yang
sudah pernah Berjaya dahulu kala.
Para mahasiswa yang dididik baik di ADI maupun di STID yang dibekali
dengan tahfizul Qur’an tersebut dipersiapkan minimal menjadi sarjana dan
maksimal memperoleh gelar master dan doktor. Ketika mereka sudah sukses
dalam pendidikan maka mereka berkewajiban untuk membantu Islam dan
ummatnya lewat berbagai jalur yang dimiliki. Persiapan hari ini tentu
untuk keberhasilan di hari nanti, perjuangan hari ini sudah pasti untuk
kemenangan masa hadapan, benih yang kita taburkan hari ini akan berbuah
dan dipetik buahnya oleh generasi Islam di hari nanti sehingga ekosistem
dan prosesi pergantian generasi akan berjalan normal dan alami.
Dengan cara demikianlah jalan panjang menuju kesuksesan akan tembus
dilalui oleh para kader-kader da’I yang kita persiapkan hari ini ntuk
kepentingan hari nanti. Itu semua dipersiapkan di zaman dan masa ketika
banyak orang sudah melupakannya sehingga gerakan dakwah terkesan pasif,
kewujudan ukhuwwah terasa hancur, dan keseriusan ibadah juga menurun
drastis. Itulah latar belakang kenapa ADI harus lahir di Aceh dan STID
harus wujud di Pulau Jawa. Perjalanan panjang gerakan dakwah yang
diasaskan Rasulullah SAW tidak boleh berhenti, tidak boleh putus, dan
tidak boleh mandek hatta sedetikpun karena itu merupakan warisan
Rasulullah SAW sebagai alat utama dan jitu untuk menguasai dunia.
Artikel di tulis oleh: Dr. Tgk. Hasanuddin Yusuf Adan, MCL., MA, (Ketua Umum Dewan Dakwah Aceh & Dosen Fiqh Siyasah pada Fakultas Syari’ah UIN Ar-Raniry)
